Kamis, 25 Oktober 2012
Ketika Bung Karno Terpaksa Dijadikan "Dukun"
Sepenggal kisah, manakala Bung Karno baru saja tiba di Bengkulu, usai
menjalani pembuangan di Pulau Bunga, Ende. Di daerah “basis Islam”
dengan alam yang dikelilingi pegunungan Bukit Barisan, Bung Karno
awalnya tidak memiliki banyak sahabat. Setiap orang yang berkunjung ke
kediamannya, esoknya langsung dipanggil kantor polisi. Dicatat, ditanya
apa-apa saja yang dibicarakan, dan tentu saja dengan ancaman untuk tidak
mendatangi Sukarno. Satu per satu, masyarakat Bengkulu mulai ketakutan
untuk berdekat-dekat dengan Sukarno. Namun, magnit Sukarno begitu kuat,
sehingga selalu saja ada satu-dua orang yang nekat mengunjunginya, meski
mereka tahu akibatnya. Bahkan ada salah seorang guru yang begitu rajin
mendatangi Sukarno untuk sekadar ngobrol. Ia tidak pernah jera meski
berkali-kali harus berurusan dengan polisi Belanda. Lambat-laun, satu
per satu, masyarakat mulai lebih berani mendekati Bung Karno. Terlebih
ketika organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah sudah terang-terangan
berani meminta jasa Bung Karno untuk menjadi tenaga pengajar. Pengajar
agama! Dan dilarang bicara politik. Bung Karno girang bukan kepalang. Ia
tidak harus bicara politik kepada para murid. Ia cukup menceritakan
kisah-kisah heroik Nabi Besar Muhammad SAW, sambil menanamkan
benih-benih nasionalisme. Benih-benih cinta tanah air. Waktu terus
bergulir, dan Bung Karno pun menjelma menjadi sosok yang didudukkan pada
status “orang cerdik-pandai”. Bahkan, sejumlah warga memperlakukannya
laksana “dukun”. Ia tidak hanya dimintai nasihat spiritual, tetapi
dimintai juga mengobati sejumlah warga yang terserang penyakit. Satu di
antaranya, ia kedatangan seorang gadis sambil menangis meraung-raung
meminta tolong Bung Karno, dengan keluhan: Sudah tujuh bulan tidak bisa
menstruasi! “Apa yang dapat saya lakukan? Saya bukan dokter,” kelit Bung
Karno. “Bapak menolong semua orang. Bapak adalah juru selamat kami.
Saya percaya kepada bapak, dan saya merasa sangat sakit. Tolonglah…
tolonglah saya… tolooong….” Bung Karno tidak bisa mengelak. Bung Karno
juga tidak ingin seorang gadis mendatanginya dengan harapan sembuh,
lantas harus pulang dengan kecewa. Setelah berkonsentrasi sejenak, Bung
Karno membacakan surah pertama Alquran ditambah doa-doa. Esoknya,
perempuan itu mens! Kabar itu pun lekas tersiar. Dan Bung Karno “sang
dukun” makin terkenal pula. Apa itu saja? Masih ada lagi. Kisah seorang
tukang perah susu yang tengah dililit kesulitan uang. Untuk suatu
keperluan, dia sangat membutuhkan uang. Celakanya, dia pun yakin, dengan
mendatangi Bung Karno, persoalannya akan selesai. Apa yang terjadi?
Memang begitu adanya. Dia datang ke Bung Karno dan menyampaikan
keluhannya, serta memohon penyelesaian. Bung Karno lantas meminta si
pemerah susu menunggu. Sedangkan ia masuk bilik, mengambil satu potong
baju dan keluar rumah lewat pintu belakang. Ia menggadaikan bajunya,
demi mendapatkan uang tiga rupiah enampuluh sen. Jumlah yang dibutuhkan
si pemerah susu. Problem pun terselesaikan …
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar